Batu - Aktivitas di sebuah rumah di sebuah dusun di Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur terlihat berbeda hari itu. Beberapa pemuda dengan kaus seragam tampak sibuk, ada yang menggergaji kayu, ada yang mengecat tembok, ada yang membenahi plafon.
Ketika tim TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id) mencoba menyapa mereka, tidak ada yang menyahut. Namun, hal itu wajar karena memang semua pemuda itu penyandang tunarungu yang sedang mengadakan bakti sosial memperbaiki salah satu rumah warga tidak mampu di dusun itu.
Hanya seorang laki-laki yang menghampiri TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id). Sambil tersenyum ia menyodorkan tangannya, mengajak bersalaman.
Dia adalah Paulus Andi Dwi Cahyono, relawan yang mendampingi para pemuda penyandang bisu dan tuli yang tergabung dalam komunitas Shining Tuli.
"Posisi saya di Shining Tuli juga tidak jelas, karena memang nama saya tidak ada di struktur," ujar Didik, panggilan akrab laki-laki ini.
Meski posisi tidak jelas dalam keorganisasian, peran pria berusia 40 tahun ini sangat besar di komunitas penyandang cacat ini. Dia tidak hanya menjadi penasihat, tidak hanya mendorong dan membina, tapi juga menjadi penerjemah para penyandang bisu tuli ini.
Di mana pun ada Shining Tuli di situ ada Didik. Laki-laki ini memang sudah beritikad untuk mendarmabaktikan hidupnya untuk para difabel ini.
"Karena teman-teman cacat tidak hanya diberikan cobaan hidup dari keterbatasan fisiknya, banyak di antara mereka membutuhkan uluran tangan kita," ujar Didik.
Bukan berbentuk bantuan materi, tetapi mereka butuh orang yang peduli, orang yang mau mendengar, mau menemani dan membantu mereka kala kesulitan.
Berawal saat adik ipar Didik yang mengalami kelainan di kaki yang sedikit bengkok, hingga akhirnya terkadang menjadi korban perundungan teman-temannya.
Ia pun mencoba membesarkan hati adik iparnya tersebut, hingga akhirnya dengan bantuan Yulius Mesar, kenalannya, adik iparnya ini akhirnya bisa dioperasi dan sembuh.
Dari situ Didik diajak Yulius Mesar mendirikan sebuah komunitas yang mendampingi para difabel. Setiap hari bertemu bertemu dengan anak berkebutuhan khusus membuatnya semakin tergerak untuk terus mendampingi para difabel.
"Masih banyak orangtua penyandang cacat yang sengaja menyembunyikan anaknya karena malu. Begitu juga, masih banyak yang menjauhi penyandang cacat karena berbagai hal," ujarnya.
Baca berita menarik lainnya dari Times Indonesia di sini.
Simak video pilihan berikut ini:
https://www.liputan6.com/regional/read/3615685/kisah-relawan-dari-batu-mencoba-mendengarkan-isi-hati-yang-tak-terucapkanBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Relawan dari Batu, Mencoba Mendengarkan Isi Hati yang Tak Terucapkan"
Post a Comment