:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1994645/original/069267400_1521020349-20180314-sejarah-kota_lama2-surabaya.jpg)
Daendels yang dikenal kejam, ganas, dan bengis, sehingga mendapat julukan Jenderal Guntur, Marsekal Besi, dan Raden Mas Galak, hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk merampungkan seluruh pembangunan Jalan Raya Pos. Boleh dikatakan, ketika itu menjadi sebuah prestasi luar biasa di Eropa.
Hasil dari pembangunan itu, waktu tempuh antara Batavia-Surabaya yang sebelumnya harus ditempuh selama 40 hari berhasil dipangkas menjadi hanya tujuh hari. Selain memperlancar pergerakan militer Belanda, hasil bumi berkat tanam paksa (cultuur stelsel) pun menjadi lebih mudah dikirim ke Pelabuhan Cirebon.
Namun, pembangunan jalan bersejarah itu harus dibayar mahal dengan ceceran darah dan air mata sekitar 15.000 pekerja yang menemui ajal karena tidak mendapat istirahat dan tidak diberi makan yang cukup atau disapu penyakit malaria. Menurut Pramoedya, banyak di antara mereka yang tidak dikuburkan secara layak, sehingga menyebarkan penyakit.
Sampai sekarang, para ahli sejarah masih berdebat soal jumlah pekerja yang tewas, maupun status mereka sebagai pekerja rodi.
Ada pendapat mengatakan, jumlah yang tewas berjumlah sekitar 24.000 orang dan para pekerja itu mendapat bayaran saat membangun jalan antara Bogor dan Cirebon.
Tetapi karena Belanda kehabisan uang untuk pembangunan jalan Cirebon-Panarukan sepanjang lebih dari 800 km, Daendels kemudian bekerja sama dengan penguasa pribumi agar memobilisi rakyat di setiap kabupaten yang dilalui.
Pada saat itulah, wabah malaria yang ketika itu merupakan pembunuh nomor satu menyapu para pekerja yang dalam kondisi lemah akibat kurang istirahat dan tidak diberi makan secara layak.
Setelah lebih dari 200 tahun menjadi urat nadi perekomonian yang penting di Pulau Jawa, Jalan Daendels seperti terlupakan dan perannya pun semakin berkurang akibat kehadiran jalan tol TransJawa. Tersambungnya tol TransJawa dari Merak sampai Surabaya dalam beberapa tahun ke depan, akan membuat Jalan Daendels berubah menjadi monumen sejarah.
Namun saat mudik Lebaran maupun pada hari-hari penting lain, jalur pantai utara Pulau Jawa tetap menjadi sangat penting bagi pemudik yang menggunakan sepeda motor karena mereka tidak boleh melewati jalan tol.
Seperti yang terlihat pada saat arus mudik dan arus balik Lebaran 2018, Jalur pantai utara Pulau Jawa seperti dikuasai para pemudik bersepeda motor. Puluhan ribu pemudik bersepeda motor dari arah Jakarta dan sekitarnya, menyemut saat beriring-iringan dan kemudian menyebar menuju berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Timur.
Situasi yang hampir sama juga terjadi di jalur selatan. Tapi, jalur selatan mempunyai karakteristik alam yang lebih menantang karena melewati daerah berbukit dan tebing, sementara jalur pantai utara Pulau Jawa lebih monoton karena hanya berupa jalan lurus dan gersang.
https://www.liputan6.com/ramadan/read/3564670/jalan-raya-pos-warisan-daendels-riwayatmu-kiniBagikan Berita Ini
0 Response to "Jalan Raya Pos Warisan Daendels Riwayatmu Kini"
Post a Comment