Mudahnya mendapat pekerjaan di Indonesia juga dirasakan James Blacker, editor bahasa untuk koran The Jakarta Post. Pria asal kota kecil di wilayah Barat Daya Inggris, Bristol ini tak perlu berdarah-darah untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Bahkan, dia mendapatkan pekerjaan dari mesin pencari Google.
Ceritanya berawal tiga tahun lalu, ketika James mengunjungi Pulau Bali untuk berlibur. Tak sekadar liburan, pria yang lulus kuliah di jurusan bahasa Prancis dan Rusia itu sempat pula belajar bahasa dan budaya Indonesia.
Seusai liburan di Bali, terbersit keinginan pria yang berprofesi sebagai penerjemah ini kembali ke Indonesia. Bukan jadi turis, James ingin bekerja dan menetap di Indonesia yang dirasanya sangat nyaman untuk ditinggali. Senyum ramah dan sikap bersahabat warga Bali telah memikat hatinya.
"Selain itu, di sini semuanya serba murah," ungkap James dalam sebuah perbincangan di kawasan Senayan, Jakarta, Sabtu akhir pekan lalu.
Keinginan itu akhirnya terpenuhi. Tapi dia bukan kembali ke Bali, melainkan menetap di Kota Malang, Jawa Timur. Ada alasan khusus kenapa dia memilih menetap di kota dingin tersebut dibandingkan Pulau Bali yang lebih banyak dipilih warga asing.
"Aku pilih Malang karena aku enggak mau di Bali lagi. Di sini tidak banyak orang bulenya, jadi aku bisa banyak belajar, kalau di Bali temen aku bule semuanya," ujar James.
Selama tinggal di Malang, James banyak mengambil kerja paruh waktu. Mulai dari sebagai penerjemah hingga bekerja untuk perusahaan di Inggris secara online. Profesi itu pula yang ditekuni saat menetap di Bandung, Jawa Barat.
"Aku kerja freelance sebagai penerjemah yang sebelum itu cuma jalan jalan, jadi aku mau experience banyak ketemu orang dan belajar bahasa Indonesia," ungkap James.
Saat itu, iseng-iseng dia mencari lowongan pekerjaan di dunia maya hingga akhirnya tahun lalu ia melamar pekerjaan di Koran Jakarta Post sebagai editor bahasa. Dia diterima dan terhitung sejak Agustus 2017 James resmi bekerja dan dikontrak selama satu tahun.
"Saya cari kerja di Google dan saya lihat ada lowongan kerjaan ini (tim editor bahasa Inggris di Jakarta Post) dan terus kerja sama seperti sekarang," jelas dia dengan bahasa Indonesia yang masih terbata-bata.
Satu bulan sebelum bekerja, dia memilih untuk pulang kampung ke Inggris untuk keperluan pengurusan kontrak kerja. Meski dibantu tim dari tempatnya akan bekerja, James merasakan proses administrasi dan birokrasi di Indonesia tidaklah mudah.
"Harus ke RW, RT dan kelurahan. Banyak dan lama prosesnya, harus ke Singapore juga buat bikin visanya," terang bungsu dari tiga bersaudara ini.
Yang jelas, kini dia tengah menikmati pekerjaannya. Meski diakui, gaji yang diterimanya di Indonesia tidak sebesar profesi serupa di Inggris, James mengatakan tidak mempermasalahkan. Alasannya, pengeluaran dia sehari-hari juga terbilang kecil.
"Gaji di sini untuk saya cukup. Tapi saya pikir ada bule dengan gaji besar sekali kalau di Jakarta, tapi untuk saya ini cukup. Apalagi kalau di Inggris harga mahal sekali," tutur pria berusia 30 tahun ini.
Bahkan, dia mengatakan masih bisa menabung, lantaran penghasilannya tetap lebih tinggi dibandingkan pekerja lokal dengan jabatan yang sama.
"Saya kan bisa tinggal di tempat murah banget, kalau saya mau nabung ya bisa. Kalau di sini bisa kost yang Rp 1 juta sebulan, kalau di Inggris enggak bisa, nggak ada yang semurah itu," ujar James tergelak.
Di luar semua itu, dia mengaku bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Alasannya, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan begitu sengit di negara asalnya. Sebaliknya, di Indonesia ia merasa mendapatkan pekerjaan dengan cara yang mudah.
"Di Inggris lumayan susah sekarang, kalau di Indonesia tergantung skill. Seperti saya bisa jadi guru bahasa Inggris atau penerjemah karena banyak orang mau belajar bahasa Inggris," ujar James.
Bersyukur atas kesempatan yang diterima, dia menerima bekerja dengan fasilitas standar. Tinggal di sebuah kontrakan yang dicari sendiri, James berangkat bekerja dengan ojek online.
"Tempat tinggal cari sendiri, ke kantor naik ojek online. Tapi saya sudah mulai malas naik gojek, saat ini mau naik motor sendiri," ujar James.
Dia pun mengaku makin betah di Jakarta karena sudah memiliki kekasih orang Indonesia. Seorang mahasiswi kedokteran salah satu universitas swasta di Jakarta turut mengisi hari-harinya.
"Sebelumnya punya pacar, tapi orang Inggris. Ini pertama kali sama orang Indonesia, dia punya darah Bali-Sumatera, tinggal di Lenteng Agung," jelas James sambil tersenyum.
Kegembiraan James pun bertambah karena di Jakarta dia bisa sesering mungkin bertemu sang kekasih. Bukan karena dia banyak uang atau sering cuti, melainkan karena alasan lain.
"Saya senang di Indonesia karena banyak hari liburnya," tandas James sembari terbahak.
https://www.liputan6.com/news/read/3498469/headline-kisah-ekspatriat-di-indonesia-nikahi-artis-hingga-naik-ojekBagikan Berita Ini
0 Response to "HEADLINE: Kisah Ekspatriat di Indonesia, Nikahi Artis hingga Naik Ojek"
Post a Comment