Search

HEADLINE: Ada Apa di Balik Tarik Ulur Cuti Bersama Lebaran?

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyayangkan langkah pemerintah yang menambah masa cuti dan libur bersama Lebaran 2018 pada SKB yang terbit pada April kemarin. Masalah cuti ini seharusnya diserahkan kepada perusahaan dan pekerja yang bersangkutan.

Agus menjelaskan, sebenarnya persoalan cuti ini merupakan ranah sendiri yang tidak seharusnya diatur pemerintah. Sebab pengaturan cuti oleh pemerintah justru akan menimbulkan polemik.

‎"Ini wilayah privat. Kalau itu terjadi (cuti diatur pemerintah), artinya negara memasuki wilayah privat, itu tidak betul," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Agus menyatakan, seharusnya pemerintah tetap mengikuti apa yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan malah mengubah dan menambah jumlah cuti bersama Lebaran.

"Harusnya yang sudah ditentukan libur itu libur, tidak usah ditambah, tidak usah dikurangi. Libur yang sebelum ditambah, sudah diputuskan dalam SKB Oktober 2017 yang empat hari. Sudah cukup itu," kata dia.

Menurut Agus, dengan penambahan cuti bersama ini, justru yang akan dirugikan adalah dunia usaha, pelaku industri dan masyarakat sendiri. Sebab, dengan adanya libur yang panjang, maka kegiatan logistik akan terhambat, sehingga mengganggu operasional industri dan berpotensi mendorong peningkatan harga bahan kebutuhan masyarakat.

"Dari sisi pengusaha, kalau dia dapat order untuk kirim barang ekspor pada Juni, harus terpenuhi sekian kontainer, tapi karena libur seminggu, tidak terpenuhi. Kan, itu efeknya juga berantai. Begitu libur, truk tidak boleh lewat. Nanti bagaimana logistik di Jakarta dan kota-kota lain. Kalau harga barang-barang naik, siapa yang tanggung?" tandas dia.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai, pemerintah kurang jeli dalam membuat kebijakan menambah libur Lebaran. Pemerintah seakan lupa ada sektor industri lain, terutama manufaktur dan pabrik, yang harus tetap berproduksi maksimal demi mengejar target kesepatan bisnis yang sudah ditandatangani.

Ia khawatir, kebijakan libur panjang akan mengganggu kesepakatan bisnis yang sudah dijalankan pengusaha.

"Operasional per hari bagi perusahaan manufaktur itu sangat berarti, karena menyangkut produksi. Kalau kemudian tiap pabrik memiliki target produksi ribuan barang, lalu terpaksa libur di luar rencana manajemen, maka bisa dibayangkan berapa banyak produksi yang bisa tertahan. Penambahan dua hari itu kan di luar libur resmi," jelas dia.

Sarman tak memungkiri, pengusaha memahami pemerintah memiliki pandangan bahwa penambahan libur akan positif untuk masyarakat maupun beberapa sektor lain seperti pariwisata di daerah, maupun kemudahan masyarakat dalam menyusun perjalanan mudik untuk menghindari kemacetan.

Dari sisi tujuan, pengusaha mengaku memahami jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, yang kemudian berdampak mengalirnya uang ke daerah. "Ada positif juga," ujarnya.

Namun, dia kembali mengingatkan, libur yang terlalu lama juga bisa menurunkan produktivitas bagi pengusaha maupun pekerja.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan hal yang sama. Waktu libur Lebaran 2018 yang berlangsung dari 11 Juni -20 Juni 2018 itu terlalu lama.

"Ya memang kami tahu, libur Lebaran itu libur yang paling panjang. Tapi ketika ada penambahan, itu akan menimbulkan persoalan juga," ucap dia ketika diajak berbincang dengan Liputan6.com.

Ada tiga masalah yang dapat timbul bila waktu libur Lebaran nanti terlalu lama. Pertama, menyangkut soal produktivitas bisnis. Kedua, problem soal upah karyawan yang bakal melonjak bila dipekerjakan pada saat libur Lebaran.

"Ketiga, capital market. Investor enggak mau investasinya stuck hampir dua minggu, karena perubahan investasi cepat," kata Rosan.

Direktur Utama BEI, Tito Sulistio menuturkan, pihaknya mendapatkan pertanyaan dari investor asing terkait libur Lebaran 2018 yang cukup panjang. Bagi investor asing, cuti bersama membuat dana juga tidak dapat ditransaksikan.

"Terus terang ada pertanyaan dari pasar. Kok lama banget. (Investor-red) internasional bilang kelamaan,” ujar Tito.

 Saran Pengusaha

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha berharap kebijakan soal cuti bersama ini fakultatif. Artinya, kebijakan tidak bersifat wajib dan tidak ada sanksi bagi yang tidak melaksanakannya.

"Kita cari jalan tengah, ini bagaimana. Kan ini fakultatif yang namanya cuti bersama. Kita berharap untuk industri dan perusahaan yang tetapi ingin beroperasi, ya tetap berjalan. Intinya itu," ujar dia.

Menurut Hariyadi, cuti bersama sebenarnya merupakan hak dari perusahaan dan pekerja. Dengan begitu, keputusan soal cuti bersama ini harusnya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

"Bukan pengecualian. Intinya kalau perusahaan mau tetap jalan di tiga hari tambahan (cuti) itu, itu tidak apa-apa, jalan saja. Itu kan hak perusahaan dan pekerjanya. Itu kan cuti bersama, boleh iya dan tidak. Itu yang nanti akan kita sosialisasikan," kata dia.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/bisnis/read/3503126/headline-ada-apa-di-balik-tarik-ulur-cuti-bersama-lebaran

Bagikan Berita Ini

0 Response to "HEADLINE: Ada Apa di Balik Tarik Ulur Cuti Bersama Lebaran?"

Post a Comment


Powered by Blogger.