Karyawan PT PLN (Persero) tengah memasang meteran listrik di salah satu rumah warga Natuna, Kepulauan Riau. (Foto: Humas PLN)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, perubahan kebijakan harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan yang dipatok tertinggi USD 70 per ton, akan memicu kenaikan tarif listrik.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, jika harga batu bara khusus kelistrikan dihapus, akan mengganggu arus kas PT PLN (Persero) karena Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik naik. Sementara pemerintah telah memutuskan tidak menaikan tarif listrik .
Kondisi ini membuat perusahaan tersebut mengurangi investasi pembangunan dan perawatan infrastruktur kelistrikan, sehingga berujung pada terganggunya kehandalan pasokan listrik.
"Pemerintah sudah menyandra tidak naik tarif, tapi hulunya dipangkas PLN akan mengurangi biaya investasi," kata Tulus, dalam sebuah diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Tulus menuturkan, jika ingin kehandalan pasokan listrik tidak terganggu, maka jalan keluarnya adalah menaikan tarif listrik, untuk mengimbangi kenaikan BPP listrik akibat harga batu bara yang sudah tidak dipatok lagi. Dengan begitu, PLN memiliki kecukupan dana untuk berinvestasi membangun infrastruktur kelistrikan.
"Kalau kehandalan tidak turun maka akan terjadi kenaikanan, jadi implikasinya dua akan membuat kehandalan turun dan akan naik," tutur Tulus.
Tulus melanjutkan, wacana pemerintah ingin menurunkan tarif listrik pun akhirnya tidak terlaksana, bahkan yang terjadi justru kenaikan tarif akibat batu bara yang dibeli PLN dengan harga pasar.
"Yang diwacanakan bagaimana menurunkan TDL (tarif dasar listrik) yang masih diangap mahal, sedang evaluasi agar tarif turun, tapi ini perlu didukung dengan kebijakan," ujar dia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pencabutan Harga Batu Bara Dinilai Untungkan Kontraktor Tambang"
Post a Comment