Sebelumnya, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China akan membuat defisit neraca perdagangan Indonesia berlanjut hingga semester II 2018. Hal ini karena aksi proteksi yang diterapkan ke dua negara akan menghambat ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, komoditas unggulan ekspor yang akan terkena dampak dari perang dagang ini yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan karet.
"Secara spesifik dampak proteksi dagang beberapa negara seperti AS, China akan memukul ekspor komoditas unggulan seperti CPO dan karet," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Dia mengungkapkan, sebelum adanya perang dagang, pertumbuhan ekspor CPO Indonesia sudah minus hingga 15 persen. Adanya perang dagang dikhawatirkan akan membuat ekspor komoditas ini semakin anjlok.
"Sebelum realisasi perang dagang saja ekspor CPO sudah minus 15,6 persen, sementara karet anjlok 21,4 persen. Padahal kedua komoditas primer tersebut berkontribusi sebesar 16 persen dari total ekspor nonmigas," kata dia.
Menurut dia, posisi Indonesia yang berada di rantai pasok paling bawah sebagai pemasok bahan baku industri menjadi sebab utama kenapa Indonesia rentan terhadap perang dagang.
"Kesimpulan akhirnya defisit perdagangan sangat mungkin berlanjut di semester II. Karena ekspor melambat, sementara impornya naik maka permintaan valas semakin tinggi ujungnya rupiah rentan terdepresiasi," tandas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BI Prediksi Neraca Dagang Juni Surplus USD 1 Miliar"
Post a Comment