Search

HEADLINE: Miras Oplosan, Racikan Maut yang Jadi Pelarian Beban Hidup?

Selama sepekan, 221 pasien membanjiri RSUD Cicalengka, Kabupaten Bandung. Semua gara-gara miras oplosan. Tak hanya para lelaki, dua perempuan pun masuk daftar korban. 

Andri Rizal (28) masih ingat derita yang ia rasakan usai menenggak racikan maut itu pada Sabtu malam, 7 April 2018 lalu.

"Waktu itu beres kerja proyek (bangunan) sama tiga teman. Beli ginseng dan tuak," kata Andri kepada Liputan6.com, Kamis, 12 April 2018.

Tiga teman Andri bernama Deden, Aldi dan Ajay. Dua botol ginseng dan satu botol tuak mereka beli di sebuah warung yang berlokasi di Jalan Bypass Bandung-Garut. Total, harganya Rp 40 ribu. Satu botol ginseng harganya Rp 15 ribu dan satu liter tuak hanya Rp 10 ribu. Murah meriah.

Pesta mabuk pun berlangsung di dekat rumah Andri, di Kampung Panenjoan, Desa Tenjolaya, sekitar pukul 18.00 WIB. 

Saat minum-minum itu, mereka merasa cita rasa tuak dan ginseng yang mereka konsumsi beda dari biasanya."Kecium bau obat. Biasanya kalau minum langsung enak. Ini mah malah lemes dan pusing," ungkap Andri. 

Keesokan harinya, Andri mendapat kabar, tiga teman minumnya masuk rumah sakit. Pria itu juga merasakan badannya aneh. Ia mual, pusing dan muntah.

"Karena dengar ada pengobatan, saya datang ke rumah sakit, malam jam 21.00. Memang kerasa efeknya, bukan saat minum, tapi setelah besoknya," ujar Andri.

Ia mencurigai produk ginseng yang dijual bukan produk yang biasanya. Harganya pun lebih murah. "Dulu harganya Rp 20 ribu. Tapi waktu beli kemarin itu dijual Rp 15 ribu."

Beruntung, mereka tak masuk daftar almarhum yang meninggal dunia akibat miras oplosan. 

Lolos dari maut, Andri mengaku sadar. "Karena murah jadi tergiur. Niatnya beli (miras) buat ngangetin. Tapi setelah tahu gini saya juga kapok," ungkap dia.

Syaraf Bisa Rusak Permanen

Meski selamat dari maut, belum tentu bebas dari risiko. Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Teddy Hidayat mengatakan, miras oplosan menyebabkan kerusakan fungsi syaraf secara irreversibel atau tidak bisa dikembalikan seperti semula.

"Artinya, misalnya sudah minum oplosan, buta, maka akan buta permanen selama hidup. Kalau kenanya di otak, ya tidak akan berfungsi salah satu syaraf di otak. Kalau keracunannya lebih hebat, ya meninggal," ujar Teddy dilansir dari Antara, Kamis, 12 April 2018.

Menurut Teddy, biasanya alkohol yang terkandung dalam minuman keras berjenis etanol. Etanol ini biasa digunakan dalam campuran minuman beralkohol murni. Namun, dia menduga miras oplosan di Cicalengka mengandung alkohol jenis metanol.

Menurutnya, metanol inilah yang menyebabkan kerusakan fungsi syaraf apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia.

"Dicampur itu dengan segala macam, dan mungkin menggunakan alkohol yang murah biasanya memunculkan metanol. Metanol itu, apabila masuk dikonsumsi maka akan menimbulkan keracunan," kata dia.

Teddy menjelaskan, nekatnya masyarakat menenggak minuman keras oplosan didasarkan pada beberapa faktor perilaku berisiko.

"Perilaku berisiko ini sebetulnya sudah diketahui masyarakat bahwa meminum miras oplosan tentu sangat berbahaya bagi kesehatannya," ucap Teddy.

Meski merupakan perilaku berisiko, mereka seolah menginginkan sebuah pengakuan atau mencari sensasi atas dirinya, tanpa memedulikan nyawa. Untuk memutus rantai itu, dia menyarankan agar mengubah cara pandang masyarakat. Setelah teredukasi, langkah selanjutnya adalah dengan menertibkan penjual miras tanpa izin di samping pengawasan ketat dari aparat setempat.

"Jadi yang melatarbelakangi kenapa dia meminum ini yang harus ditanggulangi, penyebabnya ini yang harus ditanggulangi. Bukan akibat dari perilaku berisiko sudah minum baru ditanggulangi minumnya, ya terlambat," kata dia.

Fase Menyakitkan Korban Miras Oplosan

Sementara itu, Kepala Bidang Sumberdaya Kesehatan Dinkes Jabar, Ismirni mengatakan  tanda-tanda orang dengan keracunan metanol terbagi ke dalam empat fase. Fase pertama adalah penekanan sistem saraf pusat terjadi 30 menit sampai 2 jam setelah minum miras bermetanol.

Fase berikutnya, tanpa gejala dengan durasi 48 jam setelah minum menunjukkan tanda-tanda keracunan.

"Karena alkohol ini ada yang bisa ditoleransi tubuh, sehingga wajar ada yang langsung meninggal, ada yang dua hari baru meninggal," jelasnya.

Fase ketiga, yaitu pasien menunjukkan gejala muntah, mual, pusing dan pandangan kabur. Pada fase inilah korban bisa diambil darahnya untuk kemudian dicek kandungan metanol dalam tubuh.

"Pada fase ketiga ini di mana terjadi asidosis metabolik berat, biasanya terjadi sudah melebihi dua hari. Metanol sudah dimetabolisir menjadi asam format," tutur Ismirni.

Pada fase ini, kata dia, metanol sudah terurai oleh enzim tubuh. Hal itu menyebabkan asidosis dan meningkatkan keasaman. Asidosis meningkat dalam darah ini lalu diambil dan dicek di laboratorium.

"Benar tidak ada asam format dalam darahnya. Kalau ada berarti metanol," jelas dia.

Terakhir, fase keempat adalah tahapan di mana seseorang yang mengonsumsi miras oplosan mengandung metanol mengalami toksisitas pada mata diikuti kebutaan hingga berujung kematian. "Fase ini terjadi setelah dua hari," Ismirni menandaskan.  

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3452167/headline-miras-oplosan-racikan-maut-yang-jadi-pelarian-beban-hidup

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "HEADLINE: Miras Oplosan, Racikan Maut yang Jadi Pelarian Beban Hidup?"

Post a Comment


Powered by Blogger.