Search

Keberagamaan Kaum Islam Kampung

Liputan6.com, Jakarta - Istilah "Islam kampung" yang dimaksud di sini adalah jenis dan tradisi keislaman yang berkembang dikampung-kampung (desa atau negeri di Maluku) di Indonesia. Ada sejumlah persamaan dan perbedaanmendasar antara kaum "Islam kampung" dan "Islam kota". Tentu saja perbedaan ini tidak seratus persenbenar, karena tetap ada pengecualian di sana-sini.

Salah satu perbedaan utamanya adalah kelompok "Islam kota" cenderung mengarah ke konservatisme,puritanisme, dan "tauhidisme", setidaknya dalam pemikiran, bukan dalam tindakan. Sedangkan kaum"Islam kampung" lebih cenderung ke nominalisme, moderatisme, dan "kulturisme".

Setidaknya, sekali dalam setahun, khususnya pada saat Lebaran, saya sempatkan untuk mudik ataupulang ke kampung halaman di sebuah desa terpencil di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Pada saat itupula saya sempatkan untuk mengamati perkembangan keislaman dan sosial-ekonomi masyarakat dikampungku.

Memang ada sejumlah perubahan di sana-sini, tetapi karakter keislaman masyarakat tidak banyak berubah.Sejumlah perubahan itu misalnya bisa dilihat dari jumlah tempat ibadah (masjid atau musala).

Di kampung yang berpenduduk tidak lebih dari 700 jiwa itu, kini terdapat tiga musala atau langgar dan satu"masjid jami" yang cukup megah untuk ukuran desa yang berdiri persis di tengah kampung.

Dulu, sewaktu saya masih kecil, di kampungku cuma ada satu masjid kecil saja (Masjid Al-Huda) yangterletak persis di depan rumah orangtuaku karena memang dibangun di atas tanah milik orangtuaku.

Pembangunan masjid itu, atas bantuan Departemen Agama (kini Kementerian Agama), diprakarsai olehalmarhum ayah yang dulu berprofesi sebagai modin, yaitu orang yang bertugas mengurusi masalahritual keagamaan dan keislaman di kampung.

Ayah lah yang menjadi imam masjid serta mengajariwarga kampung mengaji Alquran dan sembahyang (salat).Perubahan lain adalah jumlah umat Islam yang bersedia salat di masjid atau musala. Dulu, hanyasegelintir orang saja yang bersedia sembahyang. Tapi kini sudah lumayan banyak.

Kesadaran warga Muslim untuk sembahyang di masjid atau langgar lumayan tinggi, di banding dengan tahun-tahun lalu, khususnya saat salat Jumat dan Magrib. Sedangkan untuk salat Isya, Asar, dan Subuh masih saja lengangalias sepi peminat seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hanya imam dan satu-dua orang saja yang salatberjamaah. Sering bahkan hanya imamnya saja.Hal lain yang juga berubah adalah organisasi ritual seperti tahlilan. Tidak seperti dulu, hampir setiap RT(Rukun Tetangga) sekarang mempunyai kelompok tahlilan.

Kaum perempuan juga memiliki kelompok tahlilan sendiri, kontras dengan masa lalu dimana grup jamaah tahlil hanya terdiri atas kaum laki-lakisaja. Biasanya kelompok tahlilan ini mempunyai aktivitas pertemuan rutin setiap bulan, selain kalau adaorang yang meninggal dunia.

Dalam tradisi "Islam Jawa", orang yang wafat harus ditahlili selama seminggu penuh setelah jasad dikubur, kemudian pada saat 40, 100, dan 1.000 hari pascakematian.

Warga kampung yang menunaikan ibadah umrah juga ada, meskipun belum banyak. Begitu pula yangsudah mendaftar ibadah haji. Mereka harus mengantri puluhan tahun untuk bisa berangkat ke Makkahkarena jatah quota yang terbatas, sementara peminat haji cukup banyak. Ini tentu saja sesuatu yang baru dikampung ini karena dulu sama sekali tidak terpikirkan orang kampung berangkat umrah atau haji keMakkah dan Madinah.

Bagaimana dengan tradisi jilbab? Kini, cukup banyak juga remaja, anak-anak, dan perempuan dewasayang berjilbab atau berhijab, meskipun terbatas di waktu-waktu tertentu saja (misalnya saat Lebaran atau mengikuti jamaah tahlil).

Kalau perempuan yang bercadar, sejauh ini belum ada. Sementara tata busana kaum laki-laki masih seperti dulu, yaitu sarung, baju koko, dan peci. Tidak ada yang memakai gamis seperti sekelompok "Islam kota".

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3600237/keberagamaan-kaum-islam-kampung

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Keberagamaan Kaum Islam Kampung"

Post a Comment


Powered by Blogger.