:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1459715/original/078902900_1483462252-video_banner-300x180-dr-Terawan.jpg)
Dokter Terawan akhirnya buka suara mengenai sanksi yang diberikan MKEK. Hal ini dia ungkapkan di hadapan Komisi I DPR RI yang melakukan sidak ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto di Jakarta Pusat pada Rabu, 4 April 2018.
Komisi I DPR RI melakukan sidak pada pukul 15.00 WIB. Sidak itu sekaligus meminta dokter Terawan memberikan penjelasan mengenai keputusan sanksi dari MKEK PB IDI berupa pemecatan sementara dari keanggotaan selama 12 bulan.
Komisi I DPR RI mesti tahu sejelas-jelasnya karena menurut Abdul Kharis, RSPAD adalah mitra komisi I. Rapat itu sendiri diselenggarakan tanpa kehadiran para pewarta tapi ditayangkan secara langsung di akun Facebook DPR RI.
Baca juga: Soal Kasus Dokter Terawan, Komisi I DPR RI Sidak RSPAD Gatot Subroto
Menurut dokter Terawan, dia merasa terhibur dan merasa dikuatkan atas kehadiran Komisi I DPR RI. Sebab hatinya saat ini merasa sedih dan pilu karena dia ingin bekerja dan memberikan yang terbaik untuk bangsa dan masyarakat, tapi malah tersandung hal-hal semacam ini.
Sementara itu, terkait surat yang sudah beredar luas tersebut, dokter Terawan menyatakan bahwa sampai detik ini belum mendapat surat apa pun dari IDI.
"Mengenai apa pun yang diputuskan, sebenarnya saya sampai sekarang belum mendapatkan surat apa pun dari IDI. Karena sebetulnya keputusan apa pun itu, IDI yang memutuskan," kata dokter Terawan dikutip Health Liputan6.comdari siaran langsung tersebut.
Sedangkan MKEK hanya sebuah lembaga atau sebuah organisasi untuk menentukan atau membahas soal seorang dokter yang bermasalah dengan etika. Akan tetapi Terawan sendiri bingung, hal apa yang dia perbuat yang dianggap melanggar kode etik kedokteran tersebut.
"Itu yang saya tidak mengerti sampai sekarang," ujar dia.
Dokter cuci otak memang sudah membaca surat pemecatannya sebagai keanggotan IDI. Lagi-lagi dia bingung, karena isi yang dia baca tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Begitu juga soal forum ilmiah yang disinggung MKEK di dalam surat sanksi tersebut."Setahu saya, kalau itu merupakan kaitannya dengan ilmiah, forum ilmiah terbaik adalah forum akademisi," kata dokter Terawan.
Lebih lanjut dokter Terawan bercerita soal pertemuannya dengan MKEK pada 2013. "Waktu saya ke kantor MKEK disarankan untuk menyelesaikan dengan research dan itu saya selesaikan dengan cara... Menurut saya elegan adalah saya mendaftar ke Universitas Hasanudin (Unhas). Jadi, tidak ada kaitannya dengan Universitas Gadjah Mada," kata dia menambahkan.
Bahkan pembahasan mengenai terapi cuci otak menggunakan alat DSA dijadikan disertasi oleh Terawan di Unhas. "Kami bersyukur bisa menyelesaikannya tepat waktu dalam waktu tiga tahun untuk mendapatkan gelar doktor," ujar dia.
Kepada Komisi I DPR RI, dokter Terawan menyatakan bahwa penelitian ini tidak dilakukan seorang diri. Gelar doktor itu diambil bersama lima orang yang lain.
"Kami berenam membentuk satu pohon penelitian,"Terawan sadar betul bahwa penelitian yang dilakukan satu orang akan dianggap tidak sahi (sah). Terawan pun bersama dokter neurologi mengambil topik yang sama. "Kalau saya untuk kronik, beliau untuk akut," kata dokter Terawan.
Penelitian yang dibuat dengan cermat, detail, dan persiapan yang matang itu pun membuahkan hasil. Dari riset yang dilakukan berenam itu menghasilkan 12 jurnal internasional.
"Alhamdulillah, kami berenam bisa selesai doktor di bidang khusus yaitu membahas mengenai DSA modification," kata Terawan.
Ini pula yang membuat Terawan bingung sampai detik ini. Apalagi MKEK menyebut terapi cuci otak tersebut dianggap tidak ada bukti ilmiahnya."Hasil riset kami saja sudah terpublikasikan dengan jurnal. Jurnal internasional malah,"
http://www.liputan6.com/health/read/3426737/headline-cuci-otak-ala-dokter-terawan-pelanggaran-kode-etik-atau-terobosan-medisBagikan Berita Ini
0 Response to "HEADLINE: Cuci Otak ala Dokter Terawan, Pelanggaran Kode Etik atau Terobosan Medis?"
Post a Comment