:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/2073341/original/083502300_1523406049-WhatsApp_Image_2018-04-10_at_11.53.58.jpeg)
Dilansir laman resmi ITB, perjuangan Eko untuk menciptakan mesin fotonik batik tidaklah mudah. Ia yang sebelumnya pernah sukses menciptakan Angklung Robot (Klungbot) ini, harus mempertimbangkan banyak hal untuk mengintegrasikan semua komponen pada mesin fotonik tersebut.
Sesuai dengan arahan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, produk inovasi bisa digolongkan dalam 9 Technology Readiness Level (TRL). Tahap 1-3 adalah riset dasar, tahap 4-6 adalah riset hilir, sementara tahap 7-9 sudah masuk industrialisasi.
Di saat awal, mesin batik fotonik ini masih berada pada TRL 4 karena sains yang diperlukan untuk aktivasi indigosol belum diketahui. Sementara itu target penelitian adalah mencapai TRL 7, yaitu purwarupa yang sudah mampu bekerja pada skala industri.
Untuk itulah, penelitian mesin batik fotonik ini dilakukan dalam beberapa tahap dengan dibantu oleh para mahasiswa dan teknisi di Teknik Fisika ITB.
Riset pertamanya tentang mesin fotonik batik dimulai di tahun 2015. Dengan dana sebesar 40 juta rupiah yang ia dapatkan dari LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) ITB, maka mesin fotonik batik generasi pertama berhasil diciptakannya.
Mesin fotonik batik generasi pertama ini menurutnya masih tergolong manual, karena membutuhkan bantuan manusia untuk menggerakkan kain batik agar masuk ke dalam mesin.
"Kesiapan mesin generasi pertama ini masih tergolong dalam TRL (Technology Readiness Level) Level 4, artinya pada level ini kita sudah menguji bahwa teori sainsnya sudah bekerja. Kita juga sudah bisa menentukan foton pengaktivasi indigosol itu adalah sinar ultra-violet (UV), sehingga bisa terjadi reaksi photochemical,” ujar Eko.
2016 lalu, Eko dibantu oleh mahasiswanya bernama Nabella Adjani dan Pedrick Pratama, setelah keduanya berhasil mendapatkan dana 125 juta rupiah untuk pengembangan mesin fotonik batik dari LPIK (Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan) ITB. Fokus riset adalah mencari formula proses penyinaran ultra-violet untuk berbagai warna indigosol.
Lagi-lagi tim Eko berhasil membuktikan dengan suksesnya mesin fotonik batik generasi kedua yang sudah mencapai TRL 6. Mesin ini sudah dapat melakukan aktivasi indigosol secara otomatis, namun masih skala kecil.
Dengan mengubah-ubah intensitas, serta menggunakan panjang gelombang cahaya yang berbeda, dan waktu proses aktivasi, maka sistem ini berhasil menghasilkan warna batik yang diinginkan.
Pengembangan karya mesin fotonik batik inilah yang kemudian mengantarkan tim mahasiswanya meraih medali perak pada lomba Program Kreativitas Mahasiswa 2016 yang diadakan oleh Kemenristekdikti.
https://www.liputan6.com/regional/read/3443828/pakar-itb-ciptakan-mesin-fotonik-batik-pengganti-sinar-matahariBagikan Berita Ini
0 Response to "Pakar ITB Ciptakan Mesin Fotonik Batik Pengganti Sinar Matahari"
Post a Comment