:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1751977/original/060475700_1509021936-fouGJR42SWum10GHVKkp_tsunami-alert-super-yacht-monitoring-istock-1280x720.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana Syaiful Bakhri menjelaskan hasil kajian potensi tsunami yang dirilis BPPT terkait gempa Pandeglang, Banten, yang bisa mengakibatkan tsunami setinggi 57 meter tidak bisa dipidana. Dia menjelaskan ada kebebasan akademik dalam melakukan riset.
"Enggak bisa. Karena ada kebebasan akademik untuk membuat sebuah riset. Tujuannya tentu kebaikan," kata Syaiful di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin (9/4/2018).
Sebelumnya Kepolisian Daerah Banten akan memanggil peneliti tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, untuk meminta klarifikasi atas kajiannya mengenai potensi tsunami di selatan Jawa Barat. Syaiful menjelaskan sebagai lembaga penelitian BPPT tidak menimbulkan keresahan publik.
Dia menjelaskan penelitian tersebut penting bagi pemangku kepentingan. Pasalnya, kata dia, riset tersebut berguna untuk membangun keilmuan.
"Keresahan itu hasil riset yang mungkin dipublish untuk tujuan politik. Itu yang enggak boleh. Jadi kemana dulu. kalau hasil risetnya dipublish, yg publish siapa? kalau resmi lembaga itu dan untuk kepentingan apa dipublish ya tidak bisa (dipidana). Dia kan hasilnya kebijakan," kata Syaiful.
Syaiful yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menjelaskan polisi perlu bukti ingin mengusutnya. Dalam hukum acara ada lima jenis bukti: saksi, ahli, tertulis, petunjuk-pentunjuk.
"Tapi belum tentu juga bisa dibuktikan," kata Syaiful.
Saksikan video pilihan di bawah ini
BMKG menegaskan informasi itu hanya berdasarkan model teori.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ahli Pidana: Peneliti BPPT Tak bisa Dipidana terkait Potensi Tsunami"
Post a Comment