Ritual pengobatan yang berujung maut di Pantai Paseban, membuat kalangan akademisi angkat bicara. Menurut Heri Prasetyo, pengamat sosial dari FISIP Universitas Jember, upaya itu dijalani mereka karena tidak memiliki pilihan lain.
Mereka ingin sembuh setelah tidak percaya dengan penyembuhan medis. Baik karena terlalu mahal atau berbelit-belit. "Mereka ingin kembali sehat pada keadaan semula," kata Heri, kepada Radar Jember (Jawa Pos Group).
Peristiwa ritual yang menelan korban jiwa itu karena faktor keyakinan yang dimilikinya. Yakni bisa sembuh setelah melakukan ritual mandi di air laut.
Mereka mau melakukan hal itu karena beberapa faktor. Pertama, tidak memiliki pilihan lain. Kedua, percaya karena itu merupakan cara mendekatkan diri pada kekuatan alam. Bagi mereka, alam bisa menyembuhkan penyakit yang diderita.
Kemudian, ada yang sudah berhasil sembuh melalui cara tersebut. Mereka mendapatkan keberhasilan itu dari cerita orang lain, meskipun belum tentu kebenarannya. "Ada juga yang percaya karena menjadi mitos," ucapnya.
Ia mengakui, meskipun sekarang era modern, tak semua masyarakat dijangkau oleh modernitas. Hal itu karena kondisi masyarakat yang plural. "Orang yang melakukan ritual dianggap sebagai orang yang tidak terjangkau modernitas," jelasnya.
Padahal, ada juga kalangan yang terpelajar namun percaya dengan kegiatan ritual seperti itu. Semua itu karena kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki oleh masing-masing orang. "Sekarang cara melarikan diri bersandar pada keyakinan, misal kepercayaan pada laut yang bisa mengambil penyakit," paparnya.
Kepercayaan itu terjadi karena sudah diajarkan oleh leluhurnya. Selain itu, didapatkan dari berbagai naskah kuno. "Jawa sendiri, bahkan Asia, masih percaya pada kekuatan supranatural," ungkapnya.
Percaya Kekuatan Supranatural
Warga desa meyakini itu karena sudah punya pengalaman. Ada orang lain yang sudah berhasil, sehingga ingin ikut mencobanya. Bahkan program televisi juga menyiarkan acara mistis dan percaya dengan kekuatan supranatural. "Hal itu yang membuat orang sukarela dan tanpa pikir panjang percaya dengan hal mistis," tuturnya.
Pria yang akrab disapa Heri itu menjelaskan persoalan yang dihadapi adalah agar orang itu bisa sehat karena sakit. Bisa sejahtera karena kesulitan ekonomi. "Dilihat dari kacamata modern kegiatan ritual seperti ini memang tidak layak," tambahnya.
Namun, karena tidak punya pilihan dan percaya menjadi jalan, sehingga menjadi rasional bagi para pelaku ritual. Padahal, kegiatan itu membahayakan diri sendiri. "Seharusnya orang tidak percaya, perlu dicegah," imbuhnya.
Sayangnya, kegiatan itu tidak terpantau oleh pemerintah desa, baik dari tingkat kampung hingga desa. Akibatnya, warga mudah diajak untuk berangkat mengikuti kegiatan supranatural. "Hal ini perlu dicegah dari hulu, yakni pelaku ritual," kata Heri.
https://www.liputan6.com/regional/read/3441650/akhir-pelarian-pemimpin-ritual-maut-di-pantai-selatan-jemberBagikan Berita Ini
0 Response to "Akhir Pelarian Pemimpin Ritual Maut di Pantai Selatan Jember"
Post a Comment