Search

HEADLINE: Karpet Merah untuk Para Mantan Jenderal

Menyoal masih banyaknya mantan jenderal yang tertarik masuk ke partai politik tentu tak bisa dilepaskan dari Partai Golkar. Inilah cikal bakal partai politik yang menampung jenderal TNI aktif di masa Orde Baru. Bahkan, Golkar identik dengan TNI, karena tak ada jenderal di partai politik selain di partai berlambang beringin ini.

Kini, warna sipil lebih mendominasi Partai Golkar, setelah banyak para jenderal yang sudah pensiun memutuskan keluar dari Golkar dan mendirikan partai baru atau bergabung dengan partai lain. Namun, sejatinya Golkar tak pernah ditinggal mantan jenderal. Sejumlah nama purnawirawan masih tertera di posisi kunci susunan kepengurusan.

Misalnya, Letnan Jenderal (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus. Mantan Danjen Kopassus dan Komandan Kodiklat TNI AD itu menempati posisi Sekjen Partai Golkar. Ada pula Wakil Koordinator Bidang Hankam, Luar Negeri dan Diaspora Mayjen (Purn) Andoko serta Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan Marsekal (Purn) Usra Harahap.

Alasan kesejarahan itu pula yang membuat Lodewijk tertarik bergabung dengan Golkar. Dia melihat TNI dan Golkar sama-sama menjadi pendukung dan benteng Pancasila sejak dulu.

"Sebagai perwira Angkatan Darat, lebih khusus lagi di pasukan khusus (Kopassus), saya melihat Golkar dilahirkan setelah menyatukan ormas-ormas melalui Sekber Golkar. Dan itu yang membina tentara," ujar Lodewijk saat diwawancarai, Sabtu 14 April 2018.

Dia mengaku sempat heran melihat kondisi Partai Golkar yang ditinggalkan para mantan jenderal. Namun, itu tak menghalangi tekadnya untuk bergabung.

"Waktu dulu saya itu masuk Golkar, tidak ada lagi tentara. Padahal dulu itu dibidani oleh Angkatan Darat, tapi kok sekarang sudah enggak ada? Saat saya masuk itu awalnya ada Pak Luhut (Luhut Binsar Pandjaitan), karena jadi menteri koordinator, dia tidak lagi (di Golkar)," ungkap Lodewijk.

Pilihan itu pun dinilainya tepat, karena saat masuk Golkar dia langsung diberi jabatan sebagai Korbid Kajian Strategis. Posisi ini sangat berkaitan dengan jabatan terakhirnya sebagai Komandan Kodiklat TNI AD yang mempelajari soal organisasi, pendidikan, latihan dan doktrin.

"Ternyata riwayat jabatan di militer seakan-akan berlanjut, nyambung ke dunia politik. Setelah saya masuk dan sekarang jadi Sekjen Golkar, modal saya dengan pengalaman dua tahun di Golkar sangat membantu," jelas Lodewijk.

Termasuk kemampuan di bidang intelijen yang sangat dibutuhkan oleh partai politik dalam menyusun strategi, ternyata juga memiliki korelasi dengan jabatannya saat masih di militer.

"Merancang strategi itu pasti ada. Tidak sendirian, tapi dalam suatu tim. Misalnya strategi dalam menghadapi pileg dan pilkada, pasti ada. Karena itu strategi, jadi kita simpan. Bagaimana implementasinya itu kan rahasia perusahaan," ungkap Lodewijk.

Karena itu, menurut dia, masuknya mantan jenderal ke partai politik memiliki korelasi yang saling menguntungkan. Apalagi militer itu sejatinya menurut dia tak pernah merasa punya akhir dalam memberikan bakti.

"Tentara itu enggak pernah mati. Kalaupun mereka pensiun itu hanya menepi dan memberikan tempat untuk junior-juniornya untuk maju. Artinya, dalam berjuang tentara itu tidak mengenal waktu, dia akan terus berjuang dan berjuang," tandas Lodewijk.

Doktrin Sudah Berubah

Ketua Umum PKPI Hendropriyono (Liputan6/Triyasni)

Namun, pandangan berbeda datang dari Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Jenderal TNI (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono. Dia melihat masuknya para mantan jenderal ke dalam sebuah partai politik karena desakan dari rakyat yang menginginkan stabilitas serta adanya jaminan keamanan.

"Padahal, jenderal ini sebetulnya sudah pensiun, sudah selesai, nggak ada apa-apanya sebetulnya. Tapi masyarakat sendiri yang menginginkan kepemimpinan militer itu mewarnai perpolitikan kita, karena ingin negara ini stabil," ujar Hendropriyono, Rabu 11 April 2018.

Hendro tak menampik kalau masuknya para mantan jenderal ke partai politik berdasarkan Dwifungsi ABRI yang diajarkan kepada para calon perwira TNI sejak mereka masih berada di akademi.

"Di zaman saya dulu ada doktrin Dwifungsi. Yaitu kita sebagai alat senjata dan alat sosial politik. Kita harus berpartisipasi dalam politik artinya ikut terjun dalam politik praktis untuk menegakkan stabilitas. Itu yang didapat juga oleh kawan-kawan saya yang sekarang memimpin partai politik," jelas mantan Danjen Kopassus ini.

Yang membedakannya, lanjut dia, mereka yang dulu masuk ke partai politik adalah para perwira TNI aktif dan tidak harus menunggu pensiun dulu. Alasannya, doktrin Dwifungsi ABRI memang dimaksudkan untuk perwira TNI, bukan untuk pensiunan.

"Kalau Dwifungsi dulu tentaranya masih aktif. Sekarang doktrin sudah berubah, kalau masih tentara aktif maju jadi politisi kita tidak izinkan, karena dia masih punya pengaruh ke struktur di dalam (TNI) dan masih bisa nyuruh-nyuruh prajuritnya. Kalau purnawirawan kan sudah nggak ada hubungan," jelas Hendro.

Kendati demikian, dia melihat tidak mudah untuk bisa memberi pemahaman kepada publik tentang posisi dan kemampuan mantan jenderal dengan politikus lainnya yang sebenarnya tidaklah jauh berbeda. Hendro mencontohkan dengan apa yang dia alami di PKPI.

"Buktinya, saya mau berhenti (dari Ketua Umum PKPI) saja susah bener. Padahal saya sudah pensiun sejak 25 tahun lalu. Jadi logikanya, saya ini sudah nggak ada lagi latar belakang militer. Mestinya semakin ke sini zamannya, harus semakin jauh, bukannya ditarik atau balik lagi ke ABRI," tegas mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Kalaupun tetap ingin menempatkan mantan jenderal di partai politik, menurut dia yang bisa diharapkan adalah kemampuan mereka dalam hal membuat strategi. Tapi tetap saja, usia dari sang purnawirawan akan sangat berpengaruh.

"Bukan berarti rekan-rekan sipil tidak bisa bikin strategi, banyak yang pintar-pintar dan itu saya alami di PKPI. Kalau soal kepintaran, waduh saya jujur saya katakan generasi sekarang jauh lebih pintar. Mereka banyak referensi," pungkas Hendro.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3460626/headline-karpet-merah-untuk-para-mantan-jenderal

Bagikan Berita Ini

0 Response to "HEADLINE: Karpet Merah untuk Para Mantan Jenderal"

Post a Comment


Powered by Blogger.