Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno mendesak pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) agar menutup sementara aplikator taksi online atau daring. Penutupan dilakukan hingga pihak aplikator memiliki standar yang menjamin keamanan dan keselamatan baik bagi pengemudi maupun penumpang.
"Pemerintah harus melindungi konsumen taksi daring. Dengan makin banyaknya tindakan kriminal di taksi daring, sebaiknya pemerintah menutup sementara aplikator taksi daring yang bermasalah sampai pihak aplikator dapat menunjukkan cara melindungi pengemudi dan pengguna dari upaya tindakan kriminal," ujar Djoko seperti dilansir dari Antara, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
"Jika pemerintah tidak tegas, kejadian serupa pasti akan terulang. Tinggal tunggu waktunya kapan akan terjadi," kata dia.
Djoko menuturkan, standar keamanan usaha taksi sudah diatur oleh pemerintah. Hanya saja, aturan terkait taksi berbasis aplikasi masih belum selesai hingga saat ini. Padahal, menurut dia, taksi online sangat rentan kejahatan baik terhadap pengemudi maupun penumpang.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah mengatur sistem keamanan menggunakan taksi.
Jenis standar pelayanan minimal untuk keamanan, pertama ada tanda pengenal pengemudi, berupa seragam dan kartu identitas pengemudi yang digunakan selama mengoperasikan kendaraan.
Kemudian kartu pengenal pengemudi yang dikeluarkan oleh perusahaan taksi dan ditempatkan di dashboard mobil.
Kedua, pelayanan pelanggan (customer service) yang bertugas menerima pengaduan dan meneruskan pengaduan tersebut untuk ditindaklanjuti.
Ketiga, lampu tanda bahaya merupakan lampu informasi sebagai tanda bahaya diletakkan di atas kendaraan.
Keempat, alat komunikasi yang merupakan perangkat elektronik dengan menggunakan gelombang radio dan/atau gelombang satelit.
Kelima, identitas kendaraan, yaitu merk dagang taksi yang ditempatkan di pintu depan kiri dan kanan kendaraan.
Nomor urut kendaraan yang terdiri atas huruf dan angka ditempatkan pada bagian belakang, kanan, dan kiri, serta bagian dalam kendaraan.
Keenam, informasi nomor pengaduan. Nomor telepon pengaduan pelayanan taksi yang ditempatkan bagian kiri dalam kabin depan dan bagian kiri dan kanan dalam kabin belakang.
Ketujuh, tombol pengunci pintu untuk membuka maupun mengunci pintu di ruang penumpang maupun pengemudi.
Kedelapan, kaca film, lapisan pada kaca kendaraan paling gelap 40 persen.
Kesembilan, tanda taksi yaitu tulisan taksi yang diletakkan di atas bagian luar kendaraan dan harus menyala dengan warna putih atau kuning apabila dalam keadaan kosong sebagai indikator taksi dalam keadaan kosong atau sudah terisi.
Selain keamanan, Permen ini juga mengatur keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.
"Konsumen haruslah berhati-hati dan jeli memilih taksi yang akan digunakan. Jangan asal pilih tarif murah, tapi jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan tidak diberikan," Djoko menandaskan.
Sementara itu, Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung mengatakan, aplikator harus tegas dalam penerapan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Regulasi itu harus diterapkan untuk meminimalisir kejahatan di angkutan online.
"Saya mendesak, peraturan yang sudah dibuat pemerintah itu ya diterapkan. Kalau (driver) tidak mau ya harus di-suspend, dan perusahaan aplikasi harus mau melakukan suspend terhadap mitra yang tidak mau menerapkan Permenhub," ujar Ellen saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (26 April 2018).
Hanya saja, belum ada sanksi tegas dari pemerintah terhadap aplikator yang tidak mendukung penerapan Permenhub tersebut. "Belum ada aturan. Itu harus diberikan aturan itu oleh Kemenkominfo. Dan Kemenkominfo sampai sekarang tidak mengatur itu," kata dia.
Permenhub 108 Tahun 2017 diyakini dapat meminimalisir celah kejahatan di angkutan online, baik yang mengancam pengemudi atau penumpangnya. Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) itu mengakui, tingkat kerawanan kejahatan di taksi online lebih tinggi ketimbang taksi reguler atau konvensional.
"Taksi reguler itu jelas sopirnya siapa dan mobilnya juga terdaftar," ucap Ellen.
Penilaian tersebut cukup beralasan. Sebab, sering kali dijumpai ketidaksesuaian pesanan dengan apa yang tertera dalam aplikasi taksi online. Terkadang, pengemudi dan kendaraan berbeda dengan yang tercantum di aplikasi.
"Nah itu potensi terjadi kriminal jadi besar sekali," ujar dia.
Memang kriminalitas bisa terjadi di mana saja, bukan hanya di angkutan umum. Namun begitu, masyarakat tetap harus lebih bijak dan waspada ketika menggunakan taksi online.
"Kalau tidak mau berisiko, ya jangan mau kalau (pengemudi dan kendaraannya) tidak sesuai," Ellen menandaskan.
https://www.liputan6.com/news/read/3493403/menambal-celah-keamanan-taksi-onlineBagikan Berita Ini
0 Response to "Menambal Celah Keamanan Taksi Online"
Post a Comment